BREAKING

Minggu, 05 Juli 2015

BMI Tidak Dicover BPJS Apalagi JHT

BMI Tidak dalam Perlindungan Negara
BMI Tidak Dalam Perlindungan Negara
HONGKONG - Penolakan Jaminan Hari Tua (JHT) ternyata bagi Buruh Migran Indonesia (BMI) adalah hal yang masih asing. Yulia, BMI asal Banyumas hanya geleng kepala saat disoal apakah sudah mendaftar BPJS? BMI asal Banyumas itu mengaku baru dengar istilah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Padahal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sudah berumur setahun lebih.
Sudah sembilan tahun lebih Yulia bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Singapura. Selama bekerja dia tak merasa khawatir. Pasalnya, majikannya sudah membelikan asuransi. Dia bercerita, pernah mengalami sakit kulit. Muncul bisul-bisul seperti jerawat di wajahnya. Dia lalu dibawa ke skin center oleh majikannya.
"Saya jalani pengobatan tiga tahunan. Nggak bayar sama sekali. Semua bos yang menanggung lewat asuransi," katanya saat ditemui di Crisis Center Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jakarta, kemarin.
Yulia tengah menjalani liburan cuti selama 25 hari di Indonesia. Rencananya, dia akan berangkat ke Singapura lagi pada 24 Juni.
Jawaban serupa juga disampaikan oleh Nur Harwati (27), BMI asal Malang itu delapan tahun bekerja di Hongkong. Sebagai tenaga kerja Nur belum pernah tahu tentang BPJS Ketenagakerjaan, begitu pula BPJS Kesehatan. Apalagi jika ditanya tentang Jaminan Hari Tua (JHT) yang membuatnya bingung ketika membaca informasi itu di media sosial.
"Bagi kami BMI itu semua membingungkan dan tidak pernah diberitahukan ke kami sewaktu di penampungan. Emang apa kegunaannya?," tanya BMI perempuan kelahiran Malang, 19 Nopemeber 1987 itu melalui Facebook Messengernya.
Nur mengatakan, pihak imigrasi atau pemerintah Hongkong mewajibkan setiap majikan untuk membelikan asuransi bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Jadi, lanjut dia, bila mengalami kecelakaan kerja atau sakit sudah terjamin oleh asuransi. Asuransi, sesuai peraturan kompensasi pekerja dalam kontrak.
"Kalau sakit, langsung ngomong ke majikan dan ke dokter. Lalu majikan yang bayar dan pihak dokter atau rumah sakit mengeluarkan kuitansi pembayaran untuk diklaim ke perusahaan asuransi yang dia beli untuk pekerjanya," katanya.
Nur mengatakan, tak tahu persis berapa nilai premi yang dikeluarkan majikan untuk membeli asuransinya. Tapi anehnya, lanjutnya, saat di tanah air kami diwajibkan mengurus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) dan membayar sebesar Rp400 ribu untuk membayar asuransi.
Berdasarkan informasi dari BNP2TKI, jaminan sosial untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri memang belum dicover oleh BPJS Ketenagakerjaan. BMI masih diakomodir melalui asuransi konsorsium sesuai di negara masing masing.
BMI biasanya diminta membayar tiga asuransi, yaitu untuk pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan.
Sebelum berangkat seorang BMI jika mengalami kecelakaan atau sakit maka asuransi pra penempatan itu yang bisa diklaim oleh BMI. Besaran klaimnya tentu saja berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Hingga saat ini, jaminan sosial bagi BMI di luar negeri belum diakomodir oleh Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Namun sebaliknya, bagi Pekerja asing yang bekerja di Indonesia setelah 6 bulan sudah bisa langsung dicover oleh BPJS.
 
Copyright © 2013 Jurnalis Buruh
Design by FBTemplates | BTT