Jakarta, Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) berharap
pemerintah segera meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional
(ILO) Nomor 188 tentang Pekerjaan di Bidang Perikanan. Konvensi itu
menurut Satuan Tugas SPILN Bambang Suherman bisa menjawab kebutuhan para
pelaut perikanan sesuai dengan standar internasional.
Kebutuhan
dari mulai jaminan kesehatan, perlindungan maupun kesejahteraan serta
kelayakan kapal hingga jam kerja diatur didalamnya. "bahkan ukuran
tempat tidur juga termasuk didalamnya", kata Bambang dikantornya, Selasa
(28/4/15).
Masalah tempat kerja, jam kerja,
gaji yang tidak dibayarkan, waktu istirahat yang layak, serta pemotongan
gaji dengan kurs yang rendah serta kekerasan di dalam kapal menurutnya
adalah masalah yang kerap harus dihadapi anak buah kapal (ABK).
Menteri
Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dakhiri berencana mengeluarkan peraturan
menteri tenaga kerja (Permenaker) tentang penempatan dan perlindungan
tenaga kerja pelaut perikanan atau ABK.
Dalam
peraturan tersebut nantinya juga diatur bahwa perusahaan pengirim ABK
harus memiliki dua izin yakni Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia Swasta (SIPPTKIS) dari Kementrian Ketenagakerjaan dan
Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) dari
Kementrian Perhubungan.
SPILN menurut Bambang
mengapresiasi rencana dikeluarkannya peraturan mentri ini. " Ini langkah
bagus dan perlu didorong agar ke depan sengkarut perijinan perusahaan
pengirim ABK bisa diselesaikan," Ujarnya.
Namuu,
Bambang menilai bahwa selama ini para ABK tidak direkrut secara ilegal,
pasalnya para ABK tersebut nyatanya memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar
Negeri (KTKLN) yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Artinya, lanjut Bambang,
para ABK sudah direkrut secara prosedural dan atau legal sebagaimana
sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 Tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
(PPTKILN).
Di sinilah letak pentingnya ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerjaan dibidang perikanan.
Rencana
penerbitan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tersebut dinyatakan Hanif
saat bertemu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di rumah
dinasnya di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Kemarin.
Pertemuan
ini digelar menyusul terkuaknya fakta memilukan bahwa ribuan Warga
Negara Indonesia (WNI) bekerja secara ilegal sebagai Anak Buah Kapal
(ABK) di kapal penangkap ikan berbendera asing.
Usai
Pertemuan itu Hanif mengakui parahnya kondisi Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) di kapal ikan berbendera asing. Ia menuturkan, para ABK aal
Indonesia memiliki hubungan dan jam kerja yang tidak jelas, mereka juga
jarang menerima upah yang dijanjikan.
"Harus
ada regulasi lebih jelas untuk ini semua. Izin penempatan ABK keluarnya
malah dari luar Kemenaker. padahal, ini core business kami. ini perlu
dikordinasikan, " Katanya.
Sementara Susi
mengatakan, Silang sengkarut anak buah kapal asal Indonesia merupakan
perkara menahun yang melibatkan begitu banyak pihak. "Manusia bukan
barang yang diperdagangkan. Ini tidak terdengar ethical," kata Susi.
Soal
carut marut pemberian izin yang bukan baru saja terjadi in, Susi memang
menganggap anak buah kapal seolah-olah diperlakukan seperti komoditas.
"Ada paper work yang tumpang tindih, SIUP agen tenaga kerja dikeluarkan
Kementrian Perdagangan padahal kalau perikanan seharusnya dari KKP,"
kata Susi.
Akibat dari sistem yang amburadul
ini, Susi berkata, banyak anak buah kapal asal Indonesia tidak memiliki
sertifikasi bahkan tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya.
"Bagaimana bisa memiliki sertifiksi dari kementrian yang benar karena
ternyata agen tenaaga kerja, SIUP-nya dikeluarkan Kementrian
Perdagangan," kata Susi.
Posting Komentar